Beberapacontoh tindak kejahatan adalah pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, penculikan, dan yang lainnya, dimana tindakan ini sangat bertentangan dengan norma hukum. Adanya masalah sosial ini erat kaitannya dengan masih adanya masalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan, hingga kesenjangan sosial ekonomi.
Soal Sosiologi tentang konflik dan kekerasan - Pada kesempatan kali ini kami akan membagikan latihan soal sosiologi materi konflik dan kekerasan. Latihan soal sosiologi tentang konflik dan kekerasan terdiri dari dua jenis tes, yaitu soal pilihan ganda dan soal esai. Berikut soal latihan sosiologi tentang konflik dan kekerasan. A. Soal Pilihan Ganda Materi Konflik dan Kekerasan 1. Adanya persamaan suku bangsa di Indonesia yang dapat berfungsi sebagai penghambat terjadinya konflik yaitu . . . 2. Salah satu tokoh di bidang konflik yang menyatakan bahwa konflik tidak hanya mengandung dapka negatif, akan tetapi juga menimbulkan dampak positif adalah . . . 3. Terjadinya tawuran dikalangan antar pelajar merupakan bentuk konflik . . . e. Konflik antar kelompok 4. Konflik yang terjadi jika pada saat yama seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak menarik disebut . . . a. Konflik positif negatif c. Konflik negatif negatif d. Konflik positif-positif 5. Pertentangan antar partai politik di Indonesia disebabkan oleh adanya perbedaan asas perjuangan, ideologi, dan cita-citapolitik masing-masing disebut . . . 6. Kenflik yang terjadi disebabkan oleh ketidakadilan sumber daya ke seluruh organisasi yang mengakibatkan pertentangan secara ekstern dari bagia-bagian yang memerlukan sumber daya tersebut dinamakan . . . 7. Salah satu bentuk pengendalian konflik yang dilaksanakan dengan cara konsiliasi yaitu . . . a. Pengendalian konflik dengan cara menggunakan kekuatan dominasi salah satu pihak b. Pengendalian konflik dengan cara menggunakan jasa wasit c. Pengendalian konflik dengan cara melalui lembaga-lembaga tertentu yang dapat menentukan keputusan dengan adil d. Pengendalian konflik dengan cara menggunakan mediator e. Pengendalian konflik dengan cara menyudutkan salah satu pihak 8. Berdasarkan teori lingkungan sosial, kekacauan dan kekerasan akan terjadi jika . . . a. Kurangnya sarana fisik yang ada di masyarakat b. Jumlah anggota suatu kelumpok dalam masyarakat terlalu banyak c. Kurangnya sarana fisik yang tersedia di masyarakat d. Agresifitas individu serta kelompok dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di masyarakat e. Kekewewaan yang sangat mendalam dari para anggotanya 9. Suatu konflikyang terjadi antara sari individu dengan individu lainnya disebabkan adanya niat atau kepentingan yang sama untuk diakui keberadaanya sehingga tidak ada pihak yang rela mengalah disebut . . . 10. Konflik yang terjadi antara dua negara dapat berkembang menjadi konflik skala internaional jika . . . a. Konflik menyinggung HAM b. Konflik disebabkan faktor ekonomi dan bisnis c. Tiap-tiap negara menggunakan senjata militer yang canggih d. Konflik melibatkan negara tetangga e. Negara-negara yang terlibat konflik mengeluarkan seluruh angkatan perangnya 11. Konflik yang terjadi antara pengusaha dan warga desa tentang dampak lumpur Lapindo Sidoarjo masih terjadi hingga sekarang berkaitan dengan proses ganti rugi lingkungan fisik dan sosial yang musnah. Adapun latar belakang timbulnya persetujuan yang belum menemukan jalan keluar disebabkan oleh . . . a. Perubahan kebudayaan yang disebabkan olehadanya bencana alam b. Bencana alam yang memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat c. Perbedaan kepentingan antara pengusaha dan warga d. Bencana alam yang mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat e. Akibat ulah tangan manusia yang tidak mengindahkan teknologi 12. Salah satu syarat untuk meminimalisasi konflik yang terjadi di negara Indonesia yaitu . . . a. Pembangunan nasional berdasarkan pemerataan b. Pejabat bersih dan berwibawa c. Pembangunan materisme yang tangguh d. Mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan e. Kesejahteraan hidup meningkat 13. Pertikaian di antara warga kampung diselesaikan oleh ketua RT dengan mempertemukan pihak yang terlibat untuk duduk bersama-sama dan membicarakan sumber permasalahan yang mereka hadapi. Penyelesaian konflik dengan cara tersebut merupakan bentuk akomodasi . . . 14. Kekerasan dapat timbul dalam suatu konflik sosial karena adanya deprivasi relatif, yaitu . . . a. Perubahan sosial yang terjadi dengan cepat b. Kecenderungan dalam pengendalian sosial c. Perubahan identitas kepribadian d. Gagalnya pengendalian sosial e. Tidak mampunya struktur sosial dalam meredam antagonisme B. Soal Pilihan Ganda Materi Konflik dan Kekerasan 1. Apa yang dimaksud dengan konflik sosial ? 2. Sebutkan metode-metode dalam akomodasi yang sering dilakukan untuk menyelesaika konflik di masyarakat ! 3. Terkadang sejumlah orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Mengapa hal ini dapat memicu konflik sosial ? 4. Jelaskan pemicu terjadinya konflik yang terjadi di antara sanak saudara 5. Menurut pendapat Gillin dan Gillin, konflik sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan. Coba anda kelaskan maksudnya ? 6. Jelaskan apa yang dimsksud dengan konflik menurut soerjono soekanto ! 7. Sebutkan gejala-gejala konflik sosial ! 8. Sebutkan dampak positif dari konflik sosial ! 9. Apa yang dimaksud dengan mediasi dalm penanganan konflik ? 10. Sebutkan tiga tahap terjadinya kerusuhan menurut Mac Phail ! Demikian soal latihan sosiologi tentang konflik dan kekerasan. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Apabila pembaca masih belum puas dengan soal tersebut, silahkan buka juga soal di bawah ini. Sumber Utami MS. Buku Pendamping Sejarah Indonesia. Solo CV HaKa MJ. Silahkan download soal di atas melalui link berikut. Download Soal
Berdasarkanteori lingkungan sosial, kekerasan atau kekacauan disebabkan karena berawal dari lingkungan fisik yang tidak kondusif. Dimana apabila lingkungan sosial tempat individu atau kelompok masyarakat berada tidak kondusif, bisa menjadi pendorong terjadinya kekerasan. Misalnya seperti terjadi konflik yang berkepanjangan.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Handri Ayu Diah Mustika & Ahmad Gimmy Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Dewasa ini marak diberitakan terjadinya kekerasan seksual di berbagai daerah di Indonesia. Angka pelaporan kasus kekerasan seksual juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan CATAHU 2023 terjadi peningkatan pengaduan kepada Komnas Perempuan terkait kekerasan berbasis gender, dari kasus pada 2021 menjadi kasus pada 2022. Rinciannya yaitu kasus kekerasan di ranah personal, kasus di ranah publik, dan 68 kasus di ranah negara Komnas Perempuan, 2023. Kasus kekerasan seksual di Indonesia dapat diintegralkan seperti fenomena gunung es. Masalah perlindungan dan pelaporan kasus kekerasan seksual yang ditangani dan didukung hanya terlihat sedikit pada permukaan saja sedangkan masih banyak kasus yang tidak terlaporkan. Hal ini menyebabkan penyintas kekerasan seksual tidak mendapatkan penanganan yang optimal sebagaimana sejalan dengan catatan tahunan yang digaungkan oleh Komnas Perempuan pada Maret 2023 lalu dengan tajuk "Kekerasan Terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara Minim Perlindungan dan Pemulihan". Penyintas kekerasan seksual di Indonesia cenderung bungkam karena rasa malu, tekanan sosial, ancaman dari pelaku, relasi kuasa, dan ketidak tahuan untuk melapor Trihastuti & Nuqul, 2020. Korban juga cenderung memilih menghindari konflik atau konsekuensi yang akan muncul dengan melaporkan kasus secara hukum Artaria, 2012. Selain itu, tidak mengetahui alur pelaporan kasus dan perlindungan hukum juga berpengaruh pada pertimbangan untuk melaporkan kasus Fisher, Cullen & Turner., 2000. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia membuat tindak pidana kekerasan seksual menjadi fokus pembahasan terkait penyelesaian perkara, baik di tingkat peradilan maupun dalam proses pemulihan kembali pihak yang menjadi korban. Pemulihan yang dimaksud adalah jaminan dalam segi fisik, mental, dan faktor lain dari dampak kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Tindak pidana kekerasan seksual khususnya pemerkosaan diatur dalam pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun".Adapun dampak yang dirasakan oleh korban kekerasan seksual bukan hanya dalam aspek fisik melainkan juga dampak psikologis yang mana korban berpotensi mengalami depresi, stress, serta trauma yang berpeluang berlangsung dalam waktu lama, dan semakin memburuk apabila tidak segera ditangani Tangahu, 2015. Sedangkan dalam aspek hukum pidana, formulasi bentuk tindakan kekerasan seksual membawa konsekuensi yuridis di dalam pembuktiannya. Korban sebagai pihak yang dirugikan juga memiliki peran sebagai saksi yang sangat dibutuhkan hakim untuk menilai kesalahan pelaku dalam proses pembuktian perkara dalam kondisi korban mengalami tekanan psikologis akibat dari peristiwa traumatis yang dialaminya. Oleh karena itu dibutuhkan investigasi pakar psikolog forensic untuk memeriksa dengan saksama sebagai bahan penyidikan baik dalam kepolisian maupun persidangan. Hal tersebut diperkuat dengan jelas oleh Fulero dan Wrightsman 2009 yang memandang psikologi forensik sebagai pengaplikasian dari teori, metode, dan penelitian psikologi yang berusaha diimplementasikan dalam sistem hukum. Psikologi forensik juga merupakan usaha pemanfaatan layanan psikologi terintegrasi dengan sistem hukum untuk menjamin adanya rasa keadilan sesuai dengan undang-undang yang sudah ditetapkan. Sistem hukum yang dimaksud mencakup tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembelaan vonis, eksekusi vonis hingga upaya prevensi, dan rehabilitasi. Maka dari itu peran psikolog forensik dirasa penting dalam proses tindak pidana kekerasan seksual. Semakin banyak permasalahan di masyarakat yang menuntut peran psikologi forensik untuk memberikan sumbangan penyelesaian di satu pihak, sedangkan pada pihak lain pengembangan psikologi forensik dirasa masih lambat di Indonesia. Meskipun memiliki peran yang sangat penting tetapi ruang gerak psikolog forensik sendiri masih sangat terbatas. Ketua APSIFOR, Dra. Reni Kusumawardani, Psikolog, mengatakan bahwa jumlah anggota asosiasi psikolog forensik juga masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah kasus kriminalitas hukum yang terjadi di Indonesia. Selain itu psikolog forensik tidak memiliki kewenangan untuk terjun langsung dalam menangani kasus apabila tidak diundang oleh aparat hukum yang berwenang. Peran psikolog forensik dalam penegakan hukum juga masih dianggap belum maksimal Sopyani & Edwina, 2021. Maka dari itu optimalisasi peran psikolog forensik dalam penanganan kasus hukum tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia dinilai sangat dibutuhkan untuk menjawab kekhawatiran yang ada di masyarakat mengingat perannya yang sangat penting dalam upaya perlindungan, penanganan, pendampingan, dan pemulihan korban kekerasan seksual. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
Berdasarkanteori lingkungan sosial, kekerasan dan kekacauan akan terjadi apabila A. Kurangnya sarana fisik yang tersedia di masyarakat B. Agresivitas individu dan kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan C. Jumlah anggota suatu kelompok terlalu banyak D. Kekecewaan yang mandalam dari para anggotanya E. Kurangnya sarana fisik yang
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Miris, Indonesia darurat kekerasan seksual pada anak, khususnya yang terjadi di lingkungan sekolah. Dilansir dari Federasi Serikat Guru Indonesia mencatat sepanjang tahun 2023 telah terjadi 22 kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah, dengan korban sebanyak 202 orang anak. Sehingga FSGI menyimpulkan, setiap minggu ada satu orang anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual ini juga beragam, mulai dari guru, kepala sekolah, bahkan pegawai administrasi sekolah. Pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual pada anak di lingkungan sekolah juga kerap kali berseliweran di media massa, sehingga menimbulkan kekhawatiran di masyarakat terutama wali dari ada tiga kasus kekerasan yang terjadi baru-baru ini. Pertama, terjadi pada anak berumur 15 tahun di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, anak tersebut mengaku sudah berhubungan seksual dengan 11 orang yang merupakan guru dan aparat kepolisian. Kedua, kasus serupa juga terjadi di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, seorang kepala madrasah tega memperkosa sembilan orang siswanya. Ketiga, kasus yang paling parah terjadi di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, seorang guru nekat melakukan pelecehan seksual di depan kelas dan disaksikan oleh murid-murid lainnya. Hal ini terjadi dengan modus memberikan hukuman agar memberikan efek jera kepada siswa tersebut. Berdasarkan keterangan yang didapat sejauh ini, ada 12 siswa dan 4 diantaranya merupakan anak laki-laki menjadi korban kekerasan seksual oleh oknum guru tersebut. Tiga kasus kekerasan seksual pada anak di atas merupakan gambaran konkret, bahwa fungsi sekolah sebagai pengendali sosial di masyarakat mulai melemah. Fungsi sekolah sebagai pengendali sosial mulai melemah atau dapat dikatakan sudah melemah karena para pelaku kekerasan seksual di sekolah juga merupakan individu hasil pendidikan di sekolah. Sehingga secara langsung pelaku kekerasan seksual tersebut merupakan representatif dari pendidikan yang didapatkannya dahulu. Sekali lagi penulis tekankan, meskipun hanya beberapa individu yang pernah mengenyam pendidikan merupakan pelaku kekerasan seksual ini, akan tetapi hal tersebut pastilah akan menimbulkan stigma negatif pada masyarakat bahwa sekolah dan pendidikan di Indonesia tidak seratus persen menghasilkan individu yang berakhlak dan mematuhi norma-norma juga nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, serta menganggap sekolah bukan lagi tempat yang ramah bagi anak. Kepercayaan masyarakat sudah terlanjur dirusak oleh oknum guru atau civitas academica yang menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak di lingkungan sekolah. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan ramah bagi anak-anak, dengan bebasnya anak-anak tersebut dapat belajar dan tumbuh tanpa takut menjadi korban kekerasan seksual atau ancaman serupa. Kekerasan seksual di sekolah adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak anak dan tidak boleh ditoleransi dalam lingkungan pendidikan. Akan tetapi, sebagai masyarakat yang cerdas ada baiknya untuk tidak terlalu cepat menghakimi guru, civitas academica, ataupun sistem pendidikan di Indonesia secara umum yang dianggap tidak mampu mencegah kekerasan seksual pada anak terjadi. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan penyebab-penyebab kekerasan seksual melalui kacamata sosiologi pendidikan, sehingga baik masyarakat dan sekolah bisa mengkoreksi celahnya masing-masing. Berdasarkan sosiologi pendidikan, masyarakat dan sekolah saling terkait dan berinteraksi dalam membentuk pendidikan sebagai institusi sosial Abdullah, 2011. Maka, apa yang terjadi di masyarakat juga pasti akan mempengaruhi sekolah dan begitu pula sebaliknya. Untuk menelaah penyebab-penyebab kekerasan seksual pada anak, penulis menggunakan teori anomie sebagai kerangka berpikir. Teori anomie dalam disiplin ilmu sosiologi telah dikembangkan oleh beberapa ahli yang berbeda, salah satunya ialah Emile Durkheim atau lebih dikenal sebagai bapak sosiologi merupakan pemikir awal yang memperkenalkan konsep teori anomie. Menurutnya, anomie terjadi ketika individu merasa kehilangan panduan atau norma yang jelas dalam masyarakat. Anomie dapat muncul karena perubahan sosial yang cepat dan kurangnya integrasi sosial yang memadai Soekanto, 1987. Teori anomie dalam disiplin ilmu sosiologi memberikan pemahaman tentang bagaimana kurangnya norma atau ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang dapat mempengaruhi perilaku individu dan menyebabkan konsekuensi sosial yang tidak diinginkan yaitu dalam hal ini ialah kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan teori tersebut, penulis menilai bahwa modernisasi dan globalisasi lah yang merupakan penyebab kekerasan seksual pada anak terjadi. Modernisasi diibaratkan sebagai pisau yang bisa digunakan untuk melukai dan bisa juga digunakan untuk memberikan manfaat, tergantung pada siapa yang menggunakannya. Modernisasi dengan segala kemajuan dan kecanggihan teknologi yang dihasilkannya membawa dampak yang luas dan cepat kepada masyarakat. Akibat dari modernisasi, hampir semua lapisan masyarakat termasuk guru dan peserta didik mendapatkan akses yang mudah dan hampir tidak memiliki batasan terhadap segala macam informasi, baik positif maupun negatif. Hampir semua lapisan masyarakat juga memiliki gadget seperti telepon genggam yang terhubung dengan internet. Hal ini merupakan hal lumrah di era revolusi industri bahwa gadget dan internet merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat modern. Melalui gadget dan internet inilah semua akses informasi didapatkan dengan mudah, termasuk akses terhadap konten-konten pornografi. Meskipun pornografi merupakan salah satu faktor yang mendorong pelaku kekerasan seksual untuk melakukan aksinya, akan tetapi hal ini tetap saja merupakan hal yang perlu diwaspadai. Paparan konten-konten pornografi merupakan hal berbahaya yang mampu meracuni pikiran para generasi penerus bangsa termasuk guru dan peserta didik. Unsur-unsur konten berbau pornografi atau secara terang-terangan menampilkan pornografi bertebaran di berbagai media, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi pikiran seseorang untuk melakukan kekerasan secara singkat dapat dipahami sebagai proses hilangnya batas antarnegara di seluruh dunia. Perkembangan teknologi yang dibawa oleh proses modernisasi jugalah yang memfasilitasi percepatan globalisasi ini. Internet, gadget dan media sosial menjadi sarana utama untuk berkomunikasi dan pertukaran data secara instan antar individu di berbagai belahan dunia. Dampak globalisasi yang paling nyata terlihat adalah pertukaran budaya. Pengaruh budaya asing dapat terlihat dalam bentuk makanan, mode, musik, film, dan gaya hidup. Salah satu kebudayaan yang paling terasa pengaruhnya melalui globalisasi, ialah budaya Barat. Budaya Barat telah banyak mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat Indonesia. Salah satunya ialah mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai masyarakat Indonesia dalam menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini ialah mereka yang belum menikah. Budaya Barat umumnya menerima konsep pasangan atau kekasih sebelum pernikahan, atau lebih sering dikenal dengan istilah "pacaran". Kebebasan seksual terhadap lawan jenis yang belum menikah pun dianggap hal biasa dalam budaya Barat. Konsep inilah yang saat ini sering dijumpai dalam masyarakat modern Indonesia. Norma-norma dan nilai-nilai sosial asli kebudayaan Indonesia mulai tergerus akibat globalisasi. Dengan bangganya pemuda-pemudi berdua-duaan tanpa batas, padahal belum terikat dalam pernikahan yang sah secara agama dan negara. Konsep hubungan bebas antar lawan jenis ini secara tidak langsung juga menjadi penyebab kekerasan seksual. Kesimpulannya, modernisasi dan globalisasi mendorong perubahan norma dan nilai sosial di masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan kekerasan seksual pada anak terjadi. Modernisasi dengan segala kemajuan teknologinya menyediakan kemudahan akses terhadap segala macam informasi, termasuk konten pornografi yang merusak pikiran generasi penerus bangsa. Begitu pula dengan globalisasi yang memperkenalkan budaya Barat terutama tentang konsep "pacaran" sehingga pada akhirnya, secara luas dikenal dan menjadi gaya hidup para pemuda dan pemudi bangsa ini. Pornografi dan budaya "pacaran" yang ada pada masyarakat secara langsung juga mempengaruhi guru, peserta didik, ataupun secara umum semua yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah karena juga merupakan bagian dari masyarakat. Menurut teori anomie, paparan pornografi dan budaya "pacaran" ini menciptakan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai dan norma-norma asli Indonesia. sehingga berakibat pada kekacauan nilai dan norma, dimana individu menghadapi ketidakpastian tentang apa yang dianggap benar atau salah dalam hubungan seksual dan perilaku terkait. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan Indonesia dalam hal ini telah dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma asing yang tidak sejalan dengan kebudayaan asli Indonesia. Pengaruh tersebut menyebabkan konsep pendidikan asli Indonesia tidak diterapkan secara tegas dan dominan, sehingga melemahnya fungsi sekolah sebagai pengendali sosial berakibat pada munculnya perilaku menyimpang di masyarakat, salah satunya ialah maraknya kasus kekerasan seksual pada anak. Melalui tulisan ini juga, penulis menyadari bahwa untuk mengetahui penyebab-penyebab kekerasan seksual terutama pada anak, memerlukan kajian kompleks yang tidak bisa dilihat hanya dari satu perspektif disiplin ilmu. Akan tetapi, hal ini perlu terus dikaji demi kenyamanan proses pendidikan yang berimplikasi bagi kemajuan Indonesia. Oleh karena itu diperlukan dukungan dan kesadaran dari semua pihak, yaitu pemerintah, sekolah, masyarakat dan keluarga untuk menemukan solusi yang efektif dalam menangani permasalahan Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Rajawali 1 2 Lihat Pendidikan Selengkapnya
Berdasarkanteori lingkungan sosial, kekerasan dan kekacauan akan terjadi apabila * - 50198848 Berdasarkan teori lingkungan sosial, kekerasan dan kekacauan akan terjadi apabila * mnursyahuda8750 menunggu jawabanmu. Bantu jawab dan dapatkan poin. Pertanyaan baru di Sosiologi.
Ilustrasi Bacaan tentang Teori Kekerasan. Sumber DigitalTeori Kekerasan merupakan salah satu teori yang terdapat dalam pembahasan ilmu sosial, khususnya sosiologi. Layaknya sebuah teori dalam ilmu sosial, Teori Kekerasan pun merupakan teori yang menjelaskan tentang fenomena khusus, Teori Kekerasan ini menjelaskan dan mengkaji tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan. Bagaimana isi dari Teori Kekerasan dalam ilmu sosial? Simak uraian lengkapnya di bawah Teori Kekerasan dalam Ilmu SosialIlustrasi Mempelajari Teori Kekerasan dalam Ilmu Sosial. Sumber membahas tentang Teori Kekerasan, artinya kita membahas teori-teori yang menjelaskan tentang kekerasan. Jadi, Teori Kekerasan itu terdiri dari banyak dari sekian banyak Teori Kekerasan yang ada adalah Teori Faktor Individual, Teori Faktor Kelompok, dan Teori Dinamika Kelompok. Masing-masing teori tersebut menjelaskan penyebab kekerasan berdasarkan faktor individual, faktor kelompok, dan dinamika adalah penjelasan lengkap mengenai tiga Teori Kekerasan yang mengutip dari buku berjudul Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XI karya Maryati dan Juju 2007 63 – 64.1. Teori Faktor IndividualBeberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku perilaku seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan, baik yang dilakukan oleh individu secara sendirian maupun bersama orang penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa Teori Faktor Individual menjelaskan bahwa perilaku kekerasan berawal dari perilaku individu. Perilaku individu yang agresif dapat menimbulkan kekerasan, baik secara spontan maupun dengan Teori Faktor KelompokBeberapa ahli lain mengemukakan pandangan bahwa individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama, atau kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang yang lain. Menurut teori ini, kekerasan dapat terjadi akibat benturan antara identitas kelompok yang Teori Faktor Kelompok memiliki pandangan bahwa kekerasan merupakan akibat dari adanya benturan antara kelompok yang memiliki identitas berbeda atau Teori Dinamika KelompokTeori Dinamika Kelompok memiliki anggapan bahwa kekerasan timbul karena adanya kehilangan rasa memiliki deprivasi relatif yang terjadi dalam kelompok atau ini menjelaskan bahwa perubahan sosial yang terjadi sangat cepat membuat sistem sosial dan nilai dalam masyarakat dianggap menjadi tidak seimbang. Pengaruh perubahan yang berlangsung secara cepat itulah yang kemudian dapat menyebabkan Teori Dinamika Kelompok ini merupakan Teori Kekerasan yang menjelaskan terjadinya kekerasan akibat perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat dalam kelompok menyimak uraian mengenai Teori Kekerasan, kita dapat memahami bahwa kekerasan yang terjadi dalam lingkungan sosial dapat terjadi karena berbagai itu, kita juga dapat memahami teori yang paling tepat untuk mengkaji kekerasan berdasarkan faktor uraian tentang Teori Kekerasan kali ini. Selamat lanjut membaca artikel lainnya di kanal Sejarah dan Sosial. AA
Menurutteori lingkungan sosial, kekerasan dan kekacauan akan terjadi apabila A. Kurangnya sarana fisik yang tersedia di masyarakat B. Jumlah anggota suatu kelompok terlalu banyak C. Agresivitas individu dan kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan D. Kekecewaan yang mendalam dari para anggotanya
Jc8f. 468 216 393 493 375 101 285 161 44
berdasarkan teori lingkungan sosial kekerasan dan kekacauan akan terjadi apabila